Memperluas Ilmu dengan Webex
Pesan masuk di layar handphone. Sebuah pelatihan tentang virtual conference. Wah, ini yang saya tunggu-tunggu. Beberapa kali saya mengikuti pelatihan online dan sesekali mereka mengundang kita untuk melakukan video conference. Saat itu saya hanya jadi peserta yang pasif mendengarkan. Sempat terpantik ide untuk melakukan pelatihan serupa di Indonesia. Pesan di layar handphone saya seperti jawaban yang saya tunggu-tunggu. Tanpa berpikir panjang saya mendaftar. Saya juga menyebarkan ke rekan guru dan mendorong mereka untuk mengikuti.
Latihan yang diberikan sangat seru! Masuk pertama kali dengan instruktur bu Lili dan sekitar 200 guru lain di DKI. Semua antusias masuk ke ruang webex dan berebut berbicara. Latar belakang suara dari masing-masing tempat turut meramaikan webex. Saya sampai senyum-senyum sendiri di rumah. Bu Lili dengan sabar meminta peserta melakukan mute di perangkatnya terutama yang handphone. Handphone tidak bisa di matikan audionya atau di mute oleh instruktur, harus oleh orang yang bersangkutan. Saya merasakan hawa antusiasme luar biasa dari peserta. Antusiasme kian meningkat ketika mendengar pemaparan dari pak Gatot ke seluruh guru di Indonesia. Betul bahwa pengetahuan guru di negara kepulauan seperti di Indonesia mengalami ketidakmerataan. Kendala untuk datang ke tempat pelatihan yang jauh membuat guru tidak dapat mengakses pelatihan dengan cepat. Room webex merupakan solusi cerdas menanggulangi ketidakmerataan dalam pendidikan.
Latihan demi latihan bergulir. Saya mencoba masuk room webex sebelum benar-benar menjadi presenter, host, dan moderator. Bu Lili dan bu Fajro serta rekan instruktur yang lain tidak bosan menerangkan teknis penggunaannya. Saya sadar tantangan dari teknologi ini adalah kesiapan perangkat dan sinyal internet sangat diperlukan. Kami juga berdiskusi di sekolah dan sepakat untuk saling mendukung guru yang ikut. Satu komputer dengan satu ruang disulap sehingga steril dan punya sinyal internet yang kuat. Ruangan saya sendiri dijadikan ruang back up untuk merekam. Tahap selanjutnya kami belajar membuat flyer dan membuat grup baru perhari sehingga bisa berkoordinasi dengan guru lain. Saya berusaha membuat checklist hal-hal yang diperlukan untuk menghindari kendala teknis.
Mendung tiba-tiba datang. Di saat saya merasa sudah menyiapkan segalanya ada satu masalah yang muncul. Anak saya tiba-tiba demam. Dia mengeluh pusing sekali dan ingin muntah. Dilema mulai muncul. Bagaimana ini? Saya sudah terlanjur daftar di hari pertama webex dan hari Minggu sudah koordinasi untuk mengisi sesi di hari Selasa. Cepat-cepat saya bawa ke klinik di hari Minggu. Karena musim demam berdarah terus terang agak cemas. Khawatir ada indikasi kesana. Besoknya saya ijin tidak masuk karena demam anak saya belum turun. Saya berdoa semoga kondisinya membaik di hari Selasa.
Alhamdulillah di hari Selasa pagi demamnya sudah mulai turun. Saya jelaskan kondisinya kepada suami bahwa saya akan mengisi room webex online di sekolah. Suami bersedia menjaga anak saya hari itu. Dengan perasaan masih berat saya masuk kerja pada hari itu. Sesekali saya pantau kondisinya. Anak saya sempat demam lagi di siang hari. Saya sadar saya mengisi sebagai moderator di sesi sore hari di jam yang sangat tanggung. Pukul 16.45 sampai pukul 17.45. Saya telpon suami untuk menanyakan apakah bisa pulang agak malam untuk menyelesaikan. Entah karena panik dengan demam anak saya, suami sepertinya berharap saya segera pulang. Saya memutar otak. Absen pulang di sekolah paling cepat adalah pukul 16.00. Biasanya dalam kondisi sangat lancar 45 menit saya sampai rumah. Tapi seringkali pulang lebih macet daripada berangkat. Saya diskusi dengan suami jika saya tidak sampai rumah jam 16.45 saya mungkin akan cari tempat berhenti dan masuk room webex dulu sebelum pulang. Akhirnya suami saya setuju. “Setidaknya sudah dekat rumah, jadi tidak terjebak macet pulangnya”.
Pukul 16.00 segera saya tancap gas. Sepanjang jalan berdoa dimudahkan. Jalanan Margonda ke arah Pasar Minggu adalah jalan yang panjang nyaris tanpa lampu merah. Saya harus mengatur siasat untuk masuk room webex di saat yang tepat sebelum sesinya di mulai. Kemacetan di daerah Universitas Pancasila membuat saya bisa sejenak mengakses room webex lewat handphone dan menggunakan earphone. Benar saja, teman-teman yang menjadi host dan presenter sudah bersiap siaga di room webex.
Saya menghitung jam. Betul saja tidak keburu sampai di rumah. Ketika ditanyakan kesiapan saya oleh instruktur saya minta waktu 15 menit untuk sampai di satu titik dan berhenti. Saat itu posisi saya di Tanjung Barat. Sambil berpikir dimana ada sinyal kuat gratis? Satu kata yang terlintas. Restoran cepat saji. Hmm.. KFC sudah lewat. Aha! Ada McD di daerah Karang Pola, Pasar Minggu. Segera saya melaju kesana. Sesampai di parkiran masih sempat berkontak dengana teman-teman di webex. Saya coba buka laptop saya. Dan ternyata baterainya low bat! Aduh, kenapa tadi tidak dicharge ya. Ah, pasti di dalam ada stop kontak. Segera saya turun dan pesan sekedarnya untuk bisa duduk. Tak lupa langsung bertanya ke mbak di kasir, “ Mbak password wifinya apa?” Saya tebal muka saja. Memang itu tujuan utama datang.
Segera saya naik keatas dan duduk. Ternyata lokasi tempat saya duduk ramai sekali. Waduh bagaimana ini? Terpaksa pindah. Saat pindah tiba-tiba minuman saya tumpah karena tergesa-gesa bergerak. Di saat yang sama terdengar suara, “bagaimana bu Irma, sudah siap?”
“Saya jawab, 5 menit lagi ya”. Sambil buru-buru mintaa maaf dengan petugas kebersihan saya pindah tempat duduk. Dekat dengan lokasi stop kontak. Suasana masih ramai tapi lebih baik dibanding lokasi saya yang pertama. Barulah setelah itu bisa buka laptop. Kenapa saya memaksakan diri pakai laptop? Karena perekamnya hanya di laptop. Memori handphone saya sudah tipis dan teman yang bertugas mereka tak bisa dihubungi. Akhirnya siaran benar-benar dimulai.
Hanya perlu waktu 15 menit untuk menjangkau rumah dari bilangan Pasar Minggu. Saya masih sempat memberi makan dan obat untuk anak saya. Alhamdulillah dapat win-win solution. Setelah selesai baru bisa tersenyum. Ketika mengalami luar biasa perasaannya. Ada cemas, tegang, terpikir anak di rumah, macam-macam. Yang jelas satu hal, saya tidak merasa rugi melakukan pelatihan ini. Usaha yang sepadan untuk bisa berbagi ilmu dan bertemu rekan seperjuangan di Indonesia