Sabtu, 04 Mei 2019

Virtual Coordinator Training Batch 4!

Masih teringat jelas keseruan mengisi sesi Virtual Coordinator Training Batch 3. Kini Virtual Coordinator Training Btch 4 akan segera dimulai!. Virtual Coordinator adalah program saling berbagi materi melalui forum video conference. Pada kegiatan ini kita akan dipandu oleh instruktur di wilayah masing-masing. Kita belajar bagaimana membuka situs Webex, Video Conference dan menjadi host, presenter, dan moderator. Uniknya kegiatan ini melibatkan komunikasi, kerjasama, kolaborasi antar peserta. Peserta yang tidak saling kenal harus bekerja sama dengan cepat untuk membuat acara video conference. Setelah itu mereka bekerjasama merekam dan mengupload materi ke Youtube. Pengalaman saya ketika mengikuti VC Batch 3 harus sering-sering berkomunikasi dan berkolaborasi dengan peserta lain. Saling membantu dan saling back up terutama masalah upload video dan kelengkapan untuk tugas akhir. Tapi semuanya sangat penting untuk dilakukan. Pedaftaran sudah dibuka! Ayo daftar sekarang dan rasakan keseruannya berbagi dengan pendidik di seluruh Indonesia!

 Virtual Coordinator Training Batch 4!

Masih teringat jelas keseruan mengisi sesi Virtual Coordinator Training Batch 3. Kini Virtual Coordinator Training Btch 4 akan segera dimulai!. Virtual Coordinator adalah program saling berbagi materi melalui forum video conference. Pada kegiatan ini kita akan dipandu oleh instruktur di wilayah masing-masing. Kita belajar bagaimana membuka situs Webex, Video Conference dan menjadi host, presenter, dan moderator. Uniknya kegiatan ini melibatkan komunikasi, kerjasama, kolaborasi antar peserta. Peserta yang tidak saling kenal harus bekerja sama dengan cepat untuk membuat acara video conference. Setelah itu mereka bekerjasama merekam dan mengupload materi ke Youtube. Ayo daftar sekarang dan rasakan keseruannya berbagi dengan pendidik di seluruh Indonesia!

Pertama kali kenal Girls in Tech adalah ketika saya menghadiri seminar Coding "Kartini in Tech" yag diselenggarakan Clevio, penyelenggara kursus coding untuk anak-anak. Clevio mengundang beberapa perempuan yang berkiprah dalam teknologi. Salah satunya pembicara dari Girls in Tech. Saya mulai serching sosial media hingga webnya. Banyak kegiatan yang menarik diantaranya Arisan Digital. Kumpul anggota Girls in Tech dengan pakar teknologi. Yang tak kalah menarik adalah adanya Global Classroom Maker. Saya ikuti kelasnya. Ketika mendaftar tidak serta merta diterima karena kuota peserta terbatas. Setelah percobaan kedua saya akhirnya bisa masuk. Pengalaman saya belajar tentang design thinking dan mendesain dengan thinkerCAD. ThinkerCAD adalah program mendesain bentuk 3 dimensi yang mudah diaplikasikan oleh anak-anak. Anak-anak dapat membuat prototype dan mengirim desainnya untuk diprint ke 3D printer. Menarik sekali! Saya sangat rekomendasikan untuk pengajar Matematika dan Art atau IT.


Review Buku ADHD in HD

Pertama kali saya lihat buku ini ketika membaca list buku yang ditawarkan penerbit. Seketika saya telpon penerbit dan menanyakan apakah saya bisa melihat fisik bukunya dan beberapa buku lain yang membuat saya penasaran. Penerbit membawakannya dan saat saya baru membaca beberapa lembar saja langsung tertarik. Saya putuskan membeli buku ini untuk perpustakaan sekolah.
ADHD in HD ditulis oleh Jonathan Chesner. Yang menarik adalah Jonathan sendiri juga ADHD. Melalui tulisannya kita bisa memahami bagaimana Jonathan menjalani hidupnya, memahami jalan pikirannya terutama cara kerja otak anak yang spesial. Ada satu paragraf dimana Jonathan mengemukakan jika ia bertemu orang baru pertama kalinya, dia selalu merasa cemas. Jika ia merasa cemas dia ingin berbicara terus menerus tentang hal yang disukainya. Bisa saja ia tiba-tiba ingin bicara tentang Denzel Washington dan jadi merasa lebih nyaman. Ia sendiri tak tahu mengapa. Atau saat dia bilang kalau ADHD itu bukan "easily distracted" melainkan "keen observer". Suatu saat Jonathan berselancar di pantai. Semua orang sibuk dengan urusannya masing-masing dan Jonathan seperti biasa sibuk memperhatikan segala sesuatu di sekelilingnya. Ia melihat seorang gadis di kejauhan minta tolong karena hampir tenggelam dan dengan segera berusaha menolongnya. Untung ada seorang ADHD di situ.
Buku ini akan membantu kita memahami ADHD dengan lebih baik. Ditulis dengan bahasa yang sangat lucu dengan penuh visualisasi. Sangat berguna bagi guru sekolah inklusi dan orangtua.
Memperluas Ilmu dengan Webex

Pesan masuk di layar handphone. Sebuah pelatihan tentang virtual conference. Wah, ini yang saya tunggu-tunggu. Beberapa kali saya mengikuti pelatihan online dan sesekali mereka mengundang kita untuk melakukan video conference. Saat itu saya hanya jadi peserta yang pasif mendengarkan. Sempat terpantik ide untuk melakukan pelatihan serupa di Indonesia. Pesan di layar handphone saya seperti jawaban yang saya tunggu-tunggu. Tanpa berpikir panjang saya mendaftar. Saya juga menyebarkan ke rekan guru dan mendorong mereka untuk mengikuti.
Latihan yang diberikan sangat seru! Masuk pertama kali dengan instruktur bu Lili dan sekitar 200 guru lain di DKI. Semua antusias masuk ke ruang webex dan berebut berbicara. Latar belakang suara dari masing-masing tempat turut meramaikan webex. Saya sampai senyum-senyum sendiri di rumah. Bu Lili dengan sabar meminta peserta melakukan mute di perangkatnya terutama yang handphone. Handphone tidak bisa di matikan audionya atau di mute oleh instruktur, harus oleh orang yang bersangkutan. Saya merasakan hawa antusiasme luar biasa dari peserta. Antusiasme kian meningkat ketika mendengar pemaparan dari pak Gatot ke seluruh guru di Indonesia. Betul bahwa pengetahuan guru di negara kepulauan seperti di Indonesia mengalami ketidakmerataan. Kendala untuk datang ke tempat pelatihan yang jauh membuat guru tidak dapat mengakses pelatihan dengan cepat. Room webex merupakan solusi cerdas menanggulangi ketidakmerataan dalam pendidikan.
Latihan demi latihan bergulir. Saya mencoba masuk room webex sebelum benar-benar menjadi presenter, host, dan moderator. Bu Lili dan bu Fajro serta rekan instruktur yang lain tidak bosan menerangkan teknis penggunaannya. Saya sadar tantangan dari teknologi ini adalah kesiapan perangkat dan sinyal internet sangat diperlukan. Kami juga berdiskusi di sekolah dan sepakat untuk saling mendukung guru yang ikut. Satu komputer dengan satu ruang disulap sehingga steril dan punya sinyal internet yang kuat. Ruangan saya sendiri dijadikan ruang back up untuk merekam. Tahap selanjutnya kami belajar membuat flyer dan membuat grup baru perhari sehingga bisa berkoordinasi dengan guru lain. Saya berusaha membuat checklist hal-hal yang diperlukan untuk menghindari kendala teknis.
Mendung tiba-tiba datang. Di saat saya merasa sudah menyiapkan segalanya ada satu masalah yang muncul. Anak saya tiba-tiba demam. Dia mengeluh pusing sekali dan ingin muntah. Dilema mulai muncul. Bagaimana ini? Saya sudah terlanjur daftar di hari pertama webex dan hari Minggu sudah koordinasi untuk mengisi sesi di hari Selasa. Cepat-cepat saya bawa ke klinik di hari Minggu. Karena musim demam berdarah terus terang agak cemas. Khawatir ada indikasi kesana. Besoknya saya ijin tidak masuk karena demam anak saya belum turun. Saya berdoa semoga kondisinya membaik di hari Selasa.
Alhamdulillah di hari Selasa pagi demamnya sudah mulai turun. Saya jelaskan kondisinya kepada suami bahwa saya akan mengisi room webex online di sekolah. Suami bersedia menjaga anak saya hari itu. Dengan perasaan masih berat saya masuk kerja pada hari itu. Sesekali saya pantau kondisinya. Anak saya sempat demam lagi di siang hari. Saya sadar saya mengisi sebagai moderator di sesi sore hari di jam yang sangat tanggung. Pukul 16.45 sampai pukul 17.45. Saya telpon suami untuk menanyakan apakah bisa pulang agak malam untuk menyelesaikan. Entah karena panik dengan demam anak saya, suami sepertinya berharap saya segera pulang. Saya memutar otak. Absen pulang di sekolah paling cepat adalah pukul 16.00. Biasanya dalam kondisi sangat lancar 45 menit saya sampai rumah. Tapi seringkali pulang lebih macet daripada berangkat. Saya diskusi dengan suami jika saya tidak sampai rumah jam 16.45 saya mungkin akan cari tempat berhenti dan masuk room webex dulu sebelum pulang. Akhirnya suami saya setuju. “Setidaknya sudah dekat rumah, jadi tidak terjebak macet pulangnya”.
Pukul 16.00 segera saya tancap gas. Sepanjang jalan berdoa dimudahkan. Jalanan Margonda ke arah Pasar Minggu adalah jalan yang panjang nyaris tanpa lampu merah. Saya harus mengatur siasat untuk masuk room webex di saat yang tepat sebelum sesinya di mulai. Kemacetan di daerah Universitas Pancasila membuat saya bisa sejenak mengakses room webex lewat handphone dan menggunakan earphone. Benar saja, teman-teman yang menjadi host dan presenter sudah bersiap siaga di room webex.
Saya menghitung jam. Betul saja tidak keburu sampai di rumah. Ketika ditanyakan kesiapan saya oleh instruktur saya minta waktu 15 menit untuk sampai di satu titik dan berhenti. Saat itu posisi saya di Tanjung Barat. Sambil berpikir dimana ada sinyal kuat gratis? Satu kata yang terlintas. Restoran cepat saji. Hmm.. KFC sudah lewat. Aha! Ada McD di daerah Karang Pola, Pasar Minggu. Segera saya melaju kesana. Sesampai di parkiran masih sempat berkontak dengana teman-teman di webex. Saya coba buka laptop saya. Dan ternyata baterainya low bat! Aduh, kenapa tadi tidak dicharge ya. Ah, pasti di dalam ada stop kontak. Segera saya turun dan pesan sekedarnya untuk bisa duduk. Tak lupa langsung bertanya ke mbak di kasir, “ Mbak password wifinya apa?” Saya tebal muka saja. Memang itu tujuan utama datang.
Segera saya naik keatas dan duduk. Ternyata lokasi tempat saya duduk ramai sekali. Waduh bagaimana ini? Terpaksa pindah. Saat pindah tiba-tiba minuman saya tumpah karena tergesa-gesa bergerak. Di saat yang sama terdengar suara, “bagaimana bu Irma, sudah siap?”
“Saya jawab, 5 menit lagi ya”. Sambil buru-buru mintaa maaf dengan petugas kebersihan saya pindah tempat duduk. Dekat dengan lokasi stop kontak. Suasana masih ramai tapi lebih baik dibanding lokasi saya yang pertama. Barulah setelah itu bisa buka laptop. Kenapa saya memaksakan diri pakai laptop? Karena perekamnya hanya di laptop. Memori handphone saya sudah tipis dan teman yang bertugas mereka tak bisa dihubungi. Akhirnya siaran benar-benar dimulai.
Hanya perlu waktu 15 menit untuk menjangkau rumah dari bilangan Pasar Minggu. Saya masih sempat memberi makan dan obat untuk anak saya. Alhamdulillah dapat win-win solution. Setelah selesai baru bisa tersenyum. Ketika mengalami luar biasa perasaannya. Ada cemas, tegang, terpikir anak di rumah, macam-macam. Yang jelas satu hal, saya tidak merasa rugi melakukan pelatihan ini. Usaha yang sepadan untuk bisa berbagi ilmu dan bertemu rekan seperjuangan di Indonesia

Sabtu, 22 Januari 2011

3D Origami Vase

Proyek kreatif ini juga diambil dari tutorial di Youtube. Buat yang ingin mencoba coba search di YouTube : 3D Origami for Beginners.
I finally make one. But a mini one. For my niece.

Bahan untuk membuat sangat sederhana. Hanya kertas dan cutter.



Cara Membuat :
1. Potong kertas dengan ukuran kurang lebih 4 x 6 cm
2. Lipat kertas seperti langkah disamping (gambar 4-7)
3. Sisipkan tiap kertas sebelum dirangkai (tujuannya hanya agar segitiga tidak hilang kemana-mana)
4. Rakit bagian dasarnya membentuk lingkaran
5. Sisipkan lapisan kedua diatas lapisan pertama. Cara menyusunnya zig-zag seperti batu-bata.
6. Tumpuk segitiga sampai ketinggian yang diinginkan.
7. Tambahkan bunga dari kertas

Tissue Paper Necklace

Ini salah satu project yang diadopsi dari salah satu video di YouTube. Sederhana, murah, dan manis untuk dipakai anak-anak.

Bahan yang digunakan :

Kertas krep, Brosur bekas, Pulpen, Gunting, Lem, Pembolong kertas, Benang Wool.



Cara Membuat :

1. Gunting brosur bekas sesuai pola yang diinginkan
2. Gunting kertas krep kurang lebih seukuran 4 x 6 cm
3. Kerutkan kertas krep dengan bantuan ujung pulpen atau ujung kuas besar
4. Dalam posisi masih dikerutkan berikan lem pada ujung kertas krep
5. Tempel kertas krep yang berkerut ke dalam pola
6. Tempel semua kertas krep ke dalam pola sehingga pola terisi. Boleh diisi penuh, atau hanya diisi sepanjang pinggiran pola
7. Bolongi ujung pola dengan paper punch
7. Masukkan tali kalung
8. Pasang kalung pada anak

And that's it ! You've got a pretty necklace for your child!

Minggu, 09 Januari 2011

Enjoy the Process

Belajar jadi orangtua memang tidak mudah. Membimbing anak untuk mencapai masa depan yang lebih baik ibaratnya menyusun keping demi keping puzzle yang tersebar di antara mainan-mainan yang lain. Sebagai orangtua kita melakukan banyak trial and error.

Reyhan kecil, si 2,5 tahun, sampai sekarang masih belum menunjukkan minatnya pada buku. Dia hanya membolak-balik halaman dengan masa konsentrasi kurang dari satu menit. Sempat juga dibelikan buku Cars, tertarik sebentar tapi hanya sebulan saja. Saya pun juga sempat cemas karena sampai sekarang masih belum bisa mengucapkan huruf B, dan T, Hampir semua huruf digantinya dengan K.

Baca artikel pendidikan sana-sini, dapat info dari kanan kiri, lalu dipraktekkan. Loh... kok hasilnya tidak sesuai harapan?Or maybe we're hoping to much? Sometimes we put a great pressure to ourself. Ditambah lagi rasa bersalah karena harus meninggalkan anak untuk bekerja. Duuuh...rasanya belum bisa jadi Ibu yang baik.

Nasehat dari seorang teman yang saya dapat baru-baru ini menyadarkan saya. "Ir, kita sebagai orangtua cuma bisa berusaha yang terbaik. Yang penting terus menimba ilmu, dan berdoa".

Ya. Kadang saya lupa memasrahkan diri pada Allah. Setelah mendengar nasehat itu, terus terang saya jadi lebih rileks. Setiap kali saya berusaha mengajarkan Reyhan untuk menyukai buku, atau mengajarinya untuk berbicara lebih 'terang' saya tidak terlalu stress jika dia 'mogok'. Menikmati proses tanpa harus menuntut terlalu banyak dari anak. Karena pekerjaan anak Golden Age secara profesional adalah 'bermain'. And watching him playing happily is the greatest gift for me.

--------------------------------------------------------------------------------
By the way I had a great time today. Hari ini kami puas bermain seharian. I'm creating art project with Aisyah-my niece- and ReyhanThey look very happy together :)